Contoh Penyakit Akibat Kerja: Jenis, Pencegahan, dan Perlindungan Hukum di Indonesia

 

Penyakit akibat kerja (PAK)

Pengertian Penyakit Akibat Kerja

Penyakit akibat kerja (PAK) atau occupational disease adalah gangguan kesehatan yang timbul karena paparan risiko fisik, kimia, biologis, atau ergonomis di lingkungan kerja. Berbeda dengan kecelakaan kerja yang terjadi secara tiba-tiba, PAK berkembang secara bertahap akibat akumulasi paparan jangka panjang. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 2 juta orang meninggal setiap tahunnya akibat penyakit terkait pekerjaan. Di Indonesia, kasus PAK sering ditemukan di sektor industri, konstruksi, pertanian, dan kesehatan.

10 Contoh Penyakit Akibat Kerja yang Paling Umum

1. Pneumoconiosis (Paru-Paru Hitam)

Penyebab: Paparan debu mineral seperti silika, asbes, atau batu bara dalam jangka panjang.
Gejala: Sesak napas, batuk kronis, dan penurunan fungsi paru.
Sektor Berisiko: Pertambangan, konstruksi, manufaktur keramik.
Pencegahan: Penggunaan masker N95, ventilasi memadai, dan pemeriksaan kesehatan rutin.

2. Dermatitis Kontak

Penyebab: Kontak kulit dengan bahan kimia (detergen, pelarut, semen).
Gejala: Ruam, gatal, kulit mengelupas.
Sektor Berisiko: Tekstil, cleaning service, industri kimia.
Pencegahan: Sarung tangan anti-bahan kimia dan prosedur cuci tangan yang tepat.

3. Tuli Akibat Bising (Noise-Induced Hearing Loss)

Penyebab: Paparan kebisingan >85 desibel tanpa pelindung telinga.
Gejala: Telinga berdenging (tinnitus) hingga gangguan pendengaran permanen.
Sektor Berisiko: Manufaktur, penerbangan, konstruksi.
Pencegahan: Penggunaan earplug atau earmuff, rotasi pekerja ke area lebih tenang.

4. Carpal Tunnel Syndrome (CTS)

Penyebab: Gerakan berulang pada pergelangan tangan (mengetik, mengoperasikan mesin).
Gejala: Mati rasa, nyeri, dan kelemahan di tangan.
Sektor Berisiko: Kantor, pabrik perakitan, industri garmen.
Pencegahan: Istirahat berkala, penggunaan ergonomic keyboard, dan peregangan otot.

5. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)

Penyebab: Menghirup asap rokok, debu kayu, atau polutan industri.
Gejala: Batuk berdahak, sesak napas, dan mudah lelah.
Sektor Berisiko: Pertanian, kayu, industri logam.
Pencegahan: Penggunaan respirator dan larangan merokok di area kerja.

6. Kanker Akibat Kerja

Penyebab: Paparan karsinogen seperti asbes, benzena, atau radiasi.
Jenis Kanker: Mesothelioma (asbes), leukemia (benzena), kanker paru.
Sektor Berisiko: Konstruksi, petrokimia, tenaga nuklir.
Pencegahan: Substitusi bahan berbahaya dengan yang aman dan skrining kesehatan berkala.

7. Gangguan Muskuloskeletal

Penyebab: Mengangkat beban berat, postur tubuh salah, atau getaran mesin.
Gejala: Nyeri punggung, cedera otot, dan kerusakan sendi.
Sektor Berisiko: Logistik, perawat, pekerja lapangan.
Pencegahan: Pelatihan teknik angkat benar dan penggunaan alat bantu mekanik.

8. Hepatitis akibat Bahan Kimia

Penyebab: Paparan pelarut organik seperti karbon tetraklorida.
Gejala: Mual, sakit perut, dan kuning pada kulit.
Sektor Berisiko: Laboratorium, farmasi, industri cat.
Pencegahan: Ventilasi udara, alat pelindung diri (APD), dan vaksinasi hepatitis.

9. Stress dan Gangguan Mental

Penyebab: Beban kerja berlebihan, tekanan deadline, atau lingkungan kerja toksik.
Gejala: Insomnia, kecemasan, hingga depresi.
Sektor Berisiko: Corporate, kesehatan, jasa.
Pencegahan: Program work-life balance, konseling, dan manajemen stres.

10. Penyakit Infeksi (HIV, TBC, COVID-19)

Penyebab: Paparan virus atau bakteri di lingkungan kerja.
Sektor Berisiko: Tenaga kesehatan, peternakan, pengolahan limbah.
Pencegahan: Vaksinasi, APD lengkap, dan protokol kesehatan ketat.

Faktor Risiko Penyakit Akibat Kerja

  1. Fisik: Kebisingan, radiasi, suhu ekstrem.
  2. Kimia: Gas beracun, debu, uap logam.
  3. Biologis: Virus, bakteri, jamur.
  4. Ergonomi: Posisi duduk salah, gerakan repetitif.
  5. Psikososial: Stres, kekerasan di tempat kerja.

Strategi Pencegahan Penyakit Akibat Kerja

  1. Pengendalian Teknis:
    • Instalasi ventilasi untuk mengurangi paparan debu.
    • Penggunaan mesin berteknologi rendah kebisingan.
  2. APD (Alat Pelindung Diri):
    • Masker, sarung tangan, kacamata, dan pelindung telinga.
  3. Pemeriksaan Kesehatan Berkala:
    • Medical check-up prakerja dan rutin setiap 6 bulan.
  4. Edukasi Pekerja:
    • Pelatihan keselamatan kerja dan penanganan darurat.
  5. Penerapan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja):
    • Sesuai Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Peran Perusahaan dan Pemerintah

  • Perusahaan: Wajib menyediakan APD, lingkungan kerja aman, dan asuransi BPJS Ketenagakerjaan.
  • Pemerintah: Melakukan inspeksi rutin, menetapkan standar K3, dan sosialisasi program pencegahan.
  • BPJS Ketenagakerjaan: Memberikan jaminan kecelakaan kerja, santunan cacat, dan rehabilitasi medis.

FAQ Seputar Penyakit Akibat Kerja

Q: Apa bedanya penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja?
A: PAK berkembang perlahan karena paparan risiko, sedangkan kecelakaan kerja terjadi secara mendadak (misal: jatuh dari ketinggian).

Q: Bagaimana cara melaporkan PAK ke BPJS Ketenagakerjaan?
A: Pekerja harus melapor ke perusahaan untuk proses verifikasi, lalu dokumen medis dikirim ke BPJS.

Q: Apakah pekerja harian lepas bisa klaim BPJS Ketenagakerjaan?
A: Ya, selama terdaftar dalam program BPJS oleh pemberi kerja.

Kesimpulan

Penyakit akibat kerja dapat dicegah melalui kolaborasi antara pekerja, perusahaan, dan pemerintah. Dengan memahami contoh penyakit akibat kerja, faktor risiko, dan upaya pencegahan, produktivitas dan kualitas hidup pekerja Indonesia dapat meningkat. Selalu patuhi protokol K3 dan pastikan hak perlindungan melalui BPJS Ketenagakerjaan!