Jangkar Pagi: Bab 3 - Gema di Senja Hari
![]() |
| Gema di Senja Hari |
Bab 3 - Gema di Senja Hari
Udara sore terasa sejuk saat para pekerja berkumpul untuk terakhir kalinya hari itu. Di depan mereka, Pak Budi melepas helmnya. Wajahnya yang biasanya keras kini dihiasi gurat kelegaan. "Pekerjaan hari ini berat, terutama dengan angin tadi," katanya, suaranya bergema di antara kerangka baja. "Tapi kalian semua menanganinya dengan kepala dingin dan prosedur yang benar. Itu yang terpenting."
Tatapan Pak Budi tertuju pada Kenji dan Rina. "Secara khusus, Kenji, Rina. Kalian menunjukkan ketenangan luar biasa di atas sana. Kalian tidak panik. Kalian saling percaya dan percaya pada peralatan kalian. Itulah contoh yang harus kita semua ikuti."
![]() |
| Tatapan Pak Budi tertuju pada Kenji |
Saat berjalan pulang, siluet raksasa gedung yang mereka bangun menjulang di langit senja. "Aneh, ya," kata Kenji, memecah keheningan. "Dulu aku melihat gedung itu sebagai arena balap. Sekarang... aku melihat setiap baut dan panelnya sebagai tanggung jawab."
Rina berjalan di sampingnya, tas kerjanya tersampir di bahu. "Aku tahu maksudmu. Rasanya seperti kita tidak hanya membangun gedung, tapi juga membangun sesuatu yang lebih besar. Kepercayaan."
![]() |
| gedung yang mereka bangun |
"Kepercayaan," ulang Kenji. Dia teringat getaran di perancah saat angin menerpa, dan bagaimana dia tidak ragu sedikit pun bahwa harness Rina akan bertahan, sama seperti harness-nya. "Kau benar. Kepercayaan pada peralatan, pada tim..."
"...dan pada diri sendiri untuk melakukan hal yang benar, bahkan saat tidak ada yang melihat," Rina menyelesaikan kalimatnya. "Itu gema dari jangkar pagi kita. Terus berbunyi sepanjang hari."
Kenji mengangguk pelan. Perasaan hangat dari kepuasan menyebar di dadanya, jauh lebih memuaskan daripada adrenalin apa pun yang pernah ia rasakan. "Gema di senja hari," katanya sambil tersenyum. "Aku suka itu."
Mereka sampai di persimpangan dan berpisah. "Sampai besok, Kenji. Jangan lupa pasang jangkarmu," kata Rina dengan nada bercanda. Kenji tertawa. "Tidak akan pernah lupa lagi."
Saat Kenji berjalan sendirian di sisa perjalanan, dia merasa langkahnya lebih mantap. Jangkar pagi itu bukan lagi rantai yang mengikatnya ke tanah. Itu adalah fondasi yang memberinya keberanian untuk mencapai langit, dengan aman. Dan dia siap untuk melemparkannya lagi esok hari.



