 |
Jangkar Pagi: Bab 2 - Langit Adalah Batasnya |
Jangkar Pagi: Bab 2 - Langit Adalah Batasnya
Sinar matahari pagi memantul dari kerangka baja sebuah gedung pencakar langit yang belum selesai. Di bawahnya, tim Kenji, dengan helm dan rompi baru, mendengarkan Pak Budi. "Di ketinggian ini, tidak ada ruang untuk kesalahan," kata Pak Budi, suaranya tegas. "Periksa harness kalian dua kali, amankan semua peralatan. Angin bisa menjadi teman sekaligus musuh." Kenji mengangguk, matanya fokus, menyerap setiap detail. Jangkar paginya telah dilepaskan, tetapi kali ini terasa berbeda—bukan sebagai beban, melainkan sebagai pemandu.
"Kau dan aku di bagian barat, Kenji," kata Rina, sambil memeriksa gesper harness-nya. "Kita harus memasang panel-panel itu." Kenji menepuk bahu Rina. "Siap. Aku akan periksa tali pengaman kita dulu. Pastikan karabiner terkunci dengan benar." Dia tidak terburu-buru. Setiap gerakan diperhitungkan, setiap prosedur diikuti dengan cermat.
 |
Pastikan karabiner terkunci dengan benar |
Di atas perancah, puluhan meter di atas tanah, pemandangan kota terbentang di bawah mereka. "Dulu aku akan balapan denganmu sampai ke atas," kata Kenji sambil tersenyum kecil, saat dia dengan hati-hati mengamankan kotak peralatannya ke perancah. "Sekarang, aku lebih suka kita berdua turun dengan selamat."
Rina tersenyum. "Aku lebih suka Kenji yang ini." Dia menunjuk ke sebuah panel kaca besar yang menunggu untuk dipasang. "Siap? Ingat kata Pak Budi tentang hembusan angin mendadak."
Dengan hati-hati dan kerja sama tim yang sinkron, mereka akhirnya berhasil memasang panel kaca itu dengan sempurna. Tidak ada jalan pintas, tidak ada risiko yang tidak perlu. Hanya pekerjaan yang dilakukan dengan benar dan aman.
Saat mereka mulai mengangkat panel, angin bertiup kencang, membuat panel itu berayun seperti layar raksasa. Tali pengikat alat di pergelangan tangan Kenji menegang, mencegah kunci inggrisnya jatuh ke bawah dan berpotensi mengenai seseorang. "Tahan!" teriak Kenji, otot-ototnya menegang.
 |
Pemasangan body harness dengan benar |
Rina, yang juga menahan panel dengan kuat, mengangguk. "Aku pegang! Tali pengaman kita kuat!" Berkat harness mereka yang terpasang dengan benar, mereka tetap kokoh di perancah, tidak tergeser sedikit pun oleh kekuatan angin yang tiba-tiba.
Setelah beberapa saat yang menegangkan, angin mereda. Mereka saling pandang, napas mereka terengah-engah. "Bayangkan jika..." Rina memulai. Kenji menggelengkan kepalanya. "Jangan. Kita aman karena kita mengikuti aturan." Dia merasakan kelegaan yang luar biasa, bukan karena keberuntungan, tetapi karena persiapan.
 |
Kita aman karena kita mengikuti aturan |
Dengan hati-hati dan kerja sama tim yang sinkron, mereka akhirnya berhasil memasang panel kaca itu dengan sempurna. Tidak ada jalan pintas, tidak ada risiko yang tidak perlu. Hanya pekerjaan yang dilakukan dengan benar dan aman.
Dari bawah, Pak Budi mengamati mereka melalui teropong. Dia melihat tali pengikat alat, harness yang terpasang dengan benar, dan gerakan mereka yang terukur. Dia menurunkan teropongnya dan tersenyum tipis. Anak itu telah belajar.
Saat matahari terbenam, mewarnai langit dengan warna oranye dan ungu, Kenji melepaskan harness-nya. Dia merasa lelah, tetapi juga puas. Hari ini, dia tidak hanya membangun sebuah gedung; dia membangun kepercayaan. Pada dirinya sendiri, pada timnya, dan pada jangkar yang menahannya tetap aman setiap pagi.
Lanjut ke Bab 3