Kedudukan Indonesia dalam ILO: Peran Strategis dan Tantangan Ketenagakerjaan

Kedudukan Indonesia dalam ILO
Kedudukan Indonesia dalam ILO

Kedudukan Indonesia dalam ILO: Peran Strategis dan Tantangan Ketenagakerjaan.Indonesia telah menjadi anggota Organisasi Perburuhan Internasional (International Labour Organization/ILO) sejak tahun 1950, menjadikannya salah satu negara Asia dengan keanggotaan terlama dalam organisasi ini. Sebagai negara dengan jumlah tenaga kerja terbesar di Asia Tenggara, kedudukan Indonesia dalam ILO memiliki signifikansi strategis baik bagi kepentingan nasional maupun agenda ketenagakerjaan global.


Sejarah Keanggotaan Indonesia dalam ILO

Indonesia resmi bergabung dengan ILO pada 12 Juni 1950, tidak lama setelah kemerdekaan. Keputusan bergabung dengan organisasi internasional ini mencerminkan komitmen awal Indonesia untuk mengadopsi standar ketenagakerjaan yang lebih baik dan berpartisipasi dalam dialog sosial global.

Selama lebih dari tujuh dekade keanggotaannya, Indonesia telah mengalami berbagai fase hubungan dengan ILO. Pada masa Orde Lama, Indonesia sempat mengancam keluar dari ILO pada tahun 1964 sebagai bagian dari kebijakan "Ganyang Malaysia", namun tidak jadi dilaksanakan. Selama era Orde Baru, hubungan Indonesia dengan ILO mengalami pasang surut, terutama terkait isu kebebasan berserikat dan hak-hak pekerja.

Pasca reformasi 1998, Indonesia menunjukkan komitmen yang lebih kuat terhadap prinsip-prinsip ILO, ditandai dengan ratifikasi seluruh konvensi fundamental ILO, termasuk Konvensi No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berorganisasi pada tahun 1998.


Status Keanggotaan dan Representasi Indonesia

Indonesia memiliki status sebagai anggota tetap ILO dan secara aktif berpartisipasi dalam struktur tripartit organisasi ini. Dalam sistem tripartit ILO, Indonesia diwakili oleh tiga pihak:

  1. Pemerintah: Diwakili oleh Kementerian Ketenagakerjaan
  2. Organisasi Pengusaha: Diwakili oleh APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia)
  3. Organisasi Pekerja: Diwakili oleh konfederasi serikat pekerja seperti KSPI, KSPSI, dan KSBSI

Indonesia juga memiliki perwakilan tetap di kantor pusat ILO di Jenewa, Swiss, yang bertugas mengawal kepentingan Indonesia dalam berbagai forum ILO. Selain itu, ILO memiliki kantor perwakilan di Jakarta yang berfungsi sebagai jembatan koordinasi program-program ILO di Indonesia.

Dalam struktur regional, Indonesia termasuk dalam kelompok Asia-Pasifik dan sering menjadi juru bicara untuk isu-isu ketenagakerjaan di kawasan ASEAN.


Konvensi ILO yang Telah Diratifikasi Indonesia

Hingga tahun 2023, Indonesia telah meratifikasi 20 konvensi ILO, termasuk seluruh 8 konvensi fundamental:

  1. Konvensi No. 29 tentang Kerja Paksa (diratifikasi tahun 1950)
  2. Konvensi No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berorganisasi (1998)
  3. Konvensi No. 98 tentang Hak Berorganisasi dan Perundingan Kolektif (1957)
  4. Konvensi No. 100 tentang Kesetaraan Upah (1958)
  5. Konvensi No. 105 tentang Penghapusan Kerja Paksa (1999)
  6. Konvensi No. 111 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan (1999)
  7. Konvensi No. 138 tentang Usia Minimum untuk Bekerja (1999)
  8. Konvensi No. 182 tentang Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (2000)

Selain konvensi fundamental, Indonesia juga telah meratifikasi beberapa konvensi teknis penting, termasuk:

  • Konvensi No. 81 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan (2004)
  • Konvensi No. 144 tentang Konsultasi Tripartit (1990)
  • Konvensi No. 185 tentang Dokumen Identitas Pelaut (2008)
  • Konvensi No. 187 tentang Kerangka Kerja Promosi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (2015)

Ratifikasi konvensi-konvensi ini menunjukkan komitmen Indonesia untuk menyelaraskan peraturan ketenagakerjaan nasional dengan standar internasional.


Program Kerjasama ILO-Indonesia

ILO dan Indonesia telah menjalin kerjasama yang erat melalui berbagai program dan proyek. Kerjasama ini dituangkan dalam Decent Work Country Programme (DWCP) yang menjadi kerangka strategis kerjasama ILO dengan Indonesia.

DWCP Indonesia periode 2020-2025 berfokus pada empat prioritas utama:

  • Penciptaan lapangan kerja berkualitas: Termasuk pengembangan keterampilan, promosi kewirausahaan, dan ekonomi hijau
  • Penguatan perlindungan sosial: Memperluas cakupan jaminan sosial dan meningkatkan tata kelola sistem perlindungan sosial
  • Penguatan dialog sosial dan hubungan industrial: Memperkuat mekanisme tripartit dan perundingan kolektif
  • Penerapan standar ketenagakerjaan internasional: Memastikan implementasi konvensi yang telah diratifikasi

Beberapa program kerjasama ILO-Indonesia yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir meliputi:

  • Better Work Indonesia: Program untuk meningkatkan kondisi kerja dan daya saing di sektor garmen
  • PROMOTE: Program untuk menghapus pekerja anak di Indonesia
  • SAFE Youth: Program untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja bagi pekerja muda
  • TRIANGLE in ASEAN: Program untuk melindungi pekerja migran Indonesia

Menurut data ILO, program-program ini telah memberikan dampak positif. Misalnya, program Better Work Indonesia telah mencakup lebih dari 300.000 pekerja di 200 pabrik garmen, dengan peningkatan kepatuhan terhadap standar ketenagakerjaan sebesar 70% pada pabrik-pabrik peserta program.


Kontribusi Indonesia dalam Forum ILO

Indonesia berperan aktif dalam berbagai forum ILO, termasuk Konferensi Perburuhan Internasional (International Labour Conference/ILC) yang diselenggarakan setiap tahun di Jenewa. Dalam forum ini, Indonesia sering menyuarakan isu-isu yang relevan bagi negara berkembang, seperti:

  1. Transisi dari ekonomi informal ke formal: Indonesia berbagi pengalaman dalam formalisasi sektor informal yang mencakup lebih dari 60% angkatan kerjanya
  2. Perlindungan pekerja migran: Sebagai salah satu pengirim pekerja migran terbesar di dunia, Indonesia mendorong standar perlindungan yang lebih baik
  3. Ekonomi hijau dan transisi yang adil: Indonesia menekankan pentingnya menciptakan lapangan kerja hijau sambil melindungi pekerja di sektor tradisional

Indonesia juga pernah menjadi anggota Governing Body ILO, badan eksekutif yang mengawasi operasional organisasi ini. Keterlibatan dalam Governing Body memberikan Indonesia kesempatan untuk mempengaruhi arah kebijakan ILO.

Pada tahun 2022, Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan Menteri Ketenagakerjaan G20 di Bali, yang diselenggarakan dengan dukungan teknis dari ILO. Pertemuan ini menghasilkan Deklarasi Bali tentang ketenagakerjaan yang menekankan pentingnya penciptaan lapangan kerja berkualitas dan inklusif pasca pandemi.


Tantangan dan Isu Kepatuhan

Meskipun Indonesia telah meratifikasi banyak konvensi ILO, implementasi di lapangan masih menghadapi berbagai tantangan. Beberapa isu kepatuhan yang sering disorot dalam laporan ILO meliputi:


Kebebasan berserikat**: Meskipun Indonesia telah meratifikasi Konvensi No. 87, masih terdapat laporan tentang hambatan dalam pembentukan dan operasional serikat pekerja di beberapa sektor

  1. Upah minimum: Implementasi kebijakan upah minimum yang bervariasi antar daerah dan sektor
  2. Pekerja informal: Lebih dari 60% pekerja Indonesia berada di sektor informal yang tidak tercakup dalam perlindungan ketenagakerjaan formal
  3. Pekerja anak: Meskipun telah ada kemajuan signifikan, pekerja anak masih ditemukan di sektor pertanian, pertambangan, dan industri rumahan
  4. Keselamatan dan kesehatan kerja: Tingkat kecelakaan kerja yang masih tinggi di beberapa sektor

Komite Ahli ILO untuk Penerapan Konvensi dan Rekomendasi (CEACR) secara berkala memberikan observasi dan permintaan langsung kepada Indonesia terkait implementasi konvensi yang telah diratifikasi. Indonesia merespons dengan melakukan penyesuaian kebijakan dan peraturan, meskipun proses ini sering membutuhkan waktu.


Dampak Pandemi COVID-19 dan Respons ILO-Indonesia

Pandemi COVID-19 memberikan pukulan berat bagi pasar kerja Indonesia. Data BPS menunjukkan bahwa tingkat pengangguran meningkat dari 5,23% pada Februari 2020 menjadi 7,07% pada Agustus 2020, dengan sekitar 29,12 juta orang (14,28% angkatan kerja) terdampak secara langsung.

Dalam menghadapi krisis ini, ILO dan Indonesia memperkuat kerjasama melalui:

  1. Penilaian dampak COVID-19: ILO membantu Indonesia melakukan penilaian cepat terhadap dampak pandemi pada sektor-sektor ekonomi utama
  2. Program pemulihan ketenagakerjaan: Dukungan teknis untuk program Kartu Prakerja dan program padat karya
  3. Protokol keselamatan kerja: Pengembangan panduan keselamatan dan kesehatan kerja selama pandemi
  4. Dialog sosial: Fasilitasi dialog tripartit untuk merumuskan respons bersama terhadap krisis

Menurut laporan ILO "COVID-19 and the world of work: Country policy responses" (2021), Indonesia termasuk negara yang relatif cepat dalam mengadopsi kebijakan perlindungan pekerja dan bisnis selama pandemi, meskipun implementasinya menghadapi tantangan karena besarnya sektor informal.


UU Cipta Kerja dan Perspektif ILO

Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) yang disahkan pada Oktober 2020 menjadi salah satu isu penting dalam hubungan Indonesia-ILO. UU ini mengubah berbagai aspek regulasi ketenagakerjaan, termasuk ketentuan tentang pesangon, kontrak kerja, dan upah minimum.

ILO telah memberikan beberapa catatan terkait UU Cipta Kerja, termasuk:

  1. Proses konsultasi: ILO menekankan pentingnya konsultasi tripartit yang bermakna dalam proses penyusunan undang-undang
  2. Kesesuaian dengan konvensi ILO: Beberapa ketentuan dalam UU Cipta Kerja perlu dikaji lebih lanjut untuk memastikan kesesuaiannya dengan konvensi ILO yang telah diratifikasi
  3. Fleksibilitas dan perlindungan: Keseimbangan antara fleksibilitas pasar kerja dan perlindungan pekerja

Pemerintah Indonesia berargumen bahwa UU Cipta Kerja bertujuan untuk meningkatkan investasi dan penciptaan lapangan kerja, sementara tetap menjaga perlindungan pekerja. Dialog antara Indonesia dan ILO terus berlangsung untuk memastikan implementasi UU ini sejalan dengan standar ketenagakerjaan internasional.


Peluang dan Arah Masa Depan

Kedudukan Indonesia dalam ILO memberikan berbagai peluang strategis yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan nasional:

  1. Peningkatan kapasitas kelembagaan: Memanfaatkan bantuan teknis ILO untuk memperkuat institusi ketenagakerjaan, termasuk pengawasan ketenagakerjaan dan sistem informasi pasar kerja
  2. Transisi ke ekonomi hijau: Kerjasama dalam mengembangkan keterampilan dan lapangan kerja untuk ekonomi hijau
  3. Digitalisasi dan masa depan pekerjaan**: Mengantisipasi perubahan pasar kerja akibat otomatisasi dan digitalisasi
  4. Perluasan perlindungan sosial: Memperluas cakupan jaminan sosial untuk pekerja informal dan gig economy

Untuk memperkuat kedudukan Indonesia dalam ILO, beberapa langkah strategis yang dapat diambil meliputi:

  1. Ratifikasi konvensi prioritas tambahan: Mempertimbangkan ratifikasi konvensi-konvensi prioritas yang belum diratifikasi, seperti Konvensi No. 122 tentang Kebijakan Ketenagakerjaan
  2. Penguatan implementasi: Memastikan implementasi efektif dari konvensi yang telah diratifikasi
  3. Peningkatan peran dalam tata kelola ILO: Mengupayakan posisi dalam Governing Body dan badan-badan teknis ILO
  4. Berbagi praktik baik: Mempromosikan praktik-praktik baik Indonesia dalam forum internasional

Kesimpulan

Kedudukan Indonesia dalam ILO telah berkembang dari sekadar keanggotaan formal menjadi kemitraan strategis yang saling menguntungkan. Sebagai negara dengan jumlah tenaga kerja besar dan ekonomi yang berkembang pesat, Indonesia memiliki kepentingan vital dalam mempengaruhi agenda ketenagakerjaan global melalui ILO.

Tantangan implementasi standar ketenagakerjaan internasional masih ada, namun komitmen Indonesia untuk terus memperbaiki kondisi kerja dan melindungi hak-hak pekerja tetap kuat. Dengan memanfaatkan keanggotaannya di ILO secara strategis, Indonesia dapat mempercepat pencapaian tujuan pembangunan ketenagakerjaan nasional sambil berkontribusi pada agenda pekerjaan layak global.

 Ke depannya, Indonesia perlu terus memperkuat posisinya dalam ILO dengan mengambil peran lebih aktif dalam forum-forum pengambilan keputusan. Melalui keterlibatan strategis dalam ILO, Indonesia dapat mempengaruhi agenda ketenagakerjaan global sekaligus memanfaatkan sumber daya dan keahlian ILO untuk mengatasi tantangan ketenagakerjaan domestik.


Implementasi efektif standar-standar ILO yang telah diratifikasi juga perlu menjadi prioritas. Ini mencakup penguatan sistem pengawasan ketenagakerjaan, peningkatan dialog sosial, dan harmonisasi peraturan nasional dengan standar internasional. Dengan demikian, kedudukan Indonesia dalam ILO tidak hanya nominal tetapi substantif, berdampak nyata pada perbaikan kondisi kerja dan penghidupan pekerja Indonesia.


Rekomendasi Kebijakan

Berdasarkan analisis kedudukan Indonesia dalam ILO, beberapa rekomendasi kebijakan yang dapat dipertimbangkan adalah:

Penguatan kapasitas tripartit: Meningkatkan kapasitas perwakilan pemerintah, pengusaha, dan pekerja dalam forum-forum ILO melalui pelatihan dan berbagi informasi

Peningkatan implementasi konvensi: Mengembangkan peta jalan (roadmap) implementasi konvensi ILO yang komprehensif, termasuk penguatan kapasitas pengawasan ketenagakerjaan dan sistem peradilan ketenagakerjaan

Perluasan cakupan perlindungan: Mengembangkan strategi untuk memperluas perlindungan ketenagakerjaan kepada pekerja di sektor informal, ekonomi digital, dan bentuk-bentuk pekerjaan baru

Penguatan statistik ketenagakerjaan: Meningkatkan kualitas dan cakupan data ketenagakerjaan untuk memantau kemajuan implementasi standar-standar ILO

Promosi praktik baik Indonesia: Secara aktif membagikan praktik-praktik baik Indonesia dalam forum-forum ILO, terutama yang relevan dengan konteks negara berkembang

Pengarusutamaan isu gender: Memastikan perspektif gender terintegrasi dalam semua kebijakan dan program ketenagakerjaan, sejalan dengan Konvensi ILO tentang kesetaraan gender

Penguatan dialog sosial: Memperkuat mekanisme dialog tripartit di tingkat nasional dan sektoral untuk mendukung implementasi standar-standar ILO

Implementasi rekomendasi-rekomendasi ini akan membantu Indonesia memperkuat kedudukannya dalam ILO sekaligus mendorong tercapainya tujuan pekerjaan layak untuk semua.


Referensi dan Sumber Daya

Bagi pembaca yang ingin memperdalam pemahaman tentang kedudukan Indonesia dalam ILO, beberapa sumber daya berikut dapat dimanfaatkan:

  • Website resmi ILO Indonesia: www.ilo.org/jakarta
  • Laporan tahunan Decent Work Country Programme Indonesia
  • Database NORMLEX ILO untuk melacak status ratifikasi dan implementasi konvensi-konvensi ILO oleh Indonesia
  • Laporan Kementerian Ketenagakerjaan RI mengenai hubungan Indonesia dengan ILO
  • Publikasi ilmiah tentang implementasi standar-standar ILO di Indonesia dari lembaga-lembaga penelitian seperti LIPI, CSIS, dan universitas-universitas terkemuka

Muztary
Muztary Halo! Nama saya Muztary, seorang blogger yang fokus membahas topik Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Melalui blog ini, saya ingin berbagi pengetahuan, pengalaman, dan informasi seputar dunia K3 yang bermanfaat untuk pekerja, pengusaha, maupun siapa saja yang peduli akan keselamatan kerja.